Ekonomi & Pariwisata
DJP Bantu Likuiditas Keuangan WP, Tetapkan Batas Pengembalian Pendahuluan Restitusi PPN Rp5 Miliar
Jakarta, Balinesia.id – Untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak atau WP, pemerintah menyesuaikan jumlah batas lebih bayar restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai wajib pajak persyaratan tertentu menjadi Rp5 miliar.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak DJP Neilmaldrin Noor mengatakan latar belakang penyesuaian batas restitusi PPN tersebut adalah untuk membantu likuiditas keuangan wajib pajak.
Penyesuaian batasan tersebut ada di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021 tentang perubahan kedua atas PMK39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak.
- KKP Akselerasi Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan
- KSP Moeldoko : Program Penurunan Stunting Jangan Hanya Habiskan Anggaran
- Akademisi Sebut Kuliner hingga Produk Custom Jadi Bidang Usaha Menjanjikan di 2022
Batas pengembalian pendahuluan restitusi PPN bagi wajib pajak persyaratan tertentu dalam aturan sebelumnya adalah sebesar Rp1 miliar.
"Dengan penyesuaian jumlah batasan tersebut menjadi lima miliar, maka lebih banyak pelaku usaha yang mendapat layanan ini," tutur Neilmaldrin Noor dalam keterangan tertulisnya Kamis 13 Januari 2022 .
Kas dari restitusi dapat digunakan kembali oleh pelaku usaha untuk mengembangkan usahanya, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” ungkap Neil menjelaskan.
- Dereten Film MCU Siap Gebrak Tahun 2022
- Kelola Rp32,93 Triliun, Kemenhub Genjot Infrastruktur Konektivitas hingga Pendidikan dan Vokasi
- Kinerja Pertamina Semakin Melorot, Akankah Bernasib Seperti Garuda Indonesia?
Dalam Peraturan Menteri Keuangan yang diundangkan pada tanggal 30 Desember 2021 tersebut, pemerintah juga mewajibkan wajib pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib pajak kriteria tertentu untuk menyampaikan laporan keuangan dalam suatu tahun pajak, harus diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawas keuangan pemerintah dan memperoleh
pendapat wajar tanpa pengecualian.
Jika tidak dipenuhi, maka wajib pajak tidak diberikan pengembalian pendahuluan dan dicabut keputusan penetapan sebagai wajib pajak kriteria tertentu-nya.
Langkah itu dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada wajib pajak dalam melaksanakan administrasi perpajakannya sehingga akan terwujud pelayanan perpajakan yang setara (equal) baik dalam proses penetapan maupun pencabutan sebagai wajib pajak kriteria tertentu.
“Penyesuaian kebijakan ini untuk menjamin kepatuhan wajib pajak kriteria tertentu dan menjamin bahwa wajib pajak memiliki kriteria yang layak selama mendapatkan layanan khusus berupa pengembalian pendahuluan tersebut,” tandas Neilmaldrin Noor. (roh) ***