Baliview
Tingkatkan Nilai Produk, Petani Bali Harus Lebih Kreatif
Denpasar, Balinesia.id – Sektor pertanian Bali harus digarap secara lebih kreatif dan inovatif. Produk pertanian yang diolah secara kreatif akan mampu meningkatkan nilai dari produk.
“Kita harus kreatif kelola pertanian, sehingga kita tidak akan keteteran dari sisi kesejahteraan. Petani, dia bisa bekerja mandiri untuk menghasilkan sesuatu, yang harus didukung oleh kreativitas dan inovasi, sehingga bisa meningkatkan nilai tukar produk,” kata akademisi yang juga Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa-Bali, Ir. Dewa Nyoman Sadguna, M.Agb., Kamis, 27 Januari 2022.
Salah satu penerapan pertanian yang kreatif dan inovatif adalah dengan memanfaatkan teknologi, misalnya dengan rekayasa genetika. Produk-produk pertanian yang dihasilkan melalui teknologi tingkat tinggi akan memberi keunggulan, baik dari sisi produktivitas maupun ketahanannya dalam berbagai kondisi.
“Penerapan rekayasa genetika harapannya akan menghasilkan nilai lebih tinggi secara produksi dan ekonomi. Produksi petani biasanya berlimpah saat musim panen, yang menyebabkan nilainya kalah. Dengan teknologi hal-hal seperti ini bisa diatasi,” kata dia.
Baca Juga:
- https://balinesia.id/read/rupiah-berpotensi-merosot-hingga-rp-14-400
- https://balinesia.id/read/belasan-siswa-smansa-denpasar-terpapar-covid-19-disdikpora-bali-dukung-pjj
- https://balinesia.id/read/berangsur-stabil-harga-bahan-pokok-di-pasar-badung
Di sisi lain, pihaknya juga mengharapkan adanya sinergi berkelanjutan antara akademisi dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pertanian Bali. Menurutnya, sinergi pemerintah, peneliti, perguruan tinggi, maupun lembaga riset milik pemerintah akan membantu memecahkan berbagai persoalan petani, termasuk meningkatkan animo masyarakat untuk bertani.
Ia menekankan, animo masyarakat dalam bertani menjadi faktor yang penting dalam menjaga eksistensi dunia pertanian. Khusus di Bali, animo generasi muda dalam bertani dinilai masih kalah dari animo mereka di sektor pariwisata. Padahal, dunia pertanian cenderung lebih tahan banting, utamanya dalam menghadapi kondisi krisis seperti pandemi Covid-19 saat ini.
“Saat ini kita masih mengejar pariwisata, pemuda hari ini lebih cenderung ke pariwisata, ke luar negeri, sementara pertanian ditinggalkan, padahal sebenarnya sangat besar dalam menyokong ekonomi Bali,” ucapnya. jpd