Ekonomi & Pariwisata
Rasio Guide Mandarin dengan Wisman Tiongkok di Bali Alami Ketimpangan
Denpasar, Balinesia.id -Tingginya kunjungan wisatawan ini tidak dibarengi jumlah pramuwisata berbahasa Mandarin bagi orang Bali sehingga mengalami Ketimpangan.
Jumlah kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali sangat tinggi. Dalam situasi normal sebelum pandemi kunjungan bisa mencapai 1,2 juta per tahun. Namun
Mei 2023 mendatang, seiring transisi dari pandemi ke endemi, diprediksi wisatawan asal Tiongkok atau China itu melonjak. Namun dikhawatirkan tidak seimbang dengan ketersediaan pramuwisata dengan kemampuan bahasa Mandarin.
Di Bali, 85 persen guide Mandarin berasal dari luar. Sebagian besar masih berada di daerah asalnya akibat nganggur saat pandemi Covid-19. Bisa jadi mereka telah mendapatkan pekerjaan baru sehingga belum kembali ke Bali.
Beranjak dari sana, DPD Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsi Bali bersama Fakultas Pariwisata Universitas Udayana bekerjasama dalam peningkatan kemampuan berbahasa Mandarin dalam program Pengabdian kepada Masyarakat (PKM) yang dibuka secara resmi pada Rabu (26/4/2023).
Program yang bertemakan
"Peningkatan Kemampuan Bahasa Mandarin Bagi Pemandu Wisata di Bali" akan berlangsung selama tiga bulan dan diikuti oleh 33 peserta dari anggota HPI Bali.
Ketua HPI Bali I Nyoman Nuarta mengucapkan terima kasih kepada TCI
(Tourism Confucius Institute) Udayana telah memberikan kesempatan kepada HPI Bali untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Mandarin. Program ini diharapkan tetap terjalin secara berkelanjutan.
Kepada anggota HPI, Nuarta mengajak anak atau tetangga agar memanfaatkan momentum dan peluang ke depan untuk belajar bahasa Mandarin. Dikatakan, kesempatan langka seperti ini kalau dimanfaatkan pihaknya yakin akan memiliki prospek besar.
Dengan mulai meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali, dipresdiksi akan membludak. Sementara guide Mandarin sekarang masih berada di luar atau belum kembali ke Bali karena Covid kemarin. Kekhawatiran ini untuk pemenuhan pramuwisata Mandarin maka dilakukan peningkatan kemampuan bahasa Mandarin melalui program ini.
" Kesempatan ini agar mampu dimanfaatkan oleh anggota HPI Bali agar belajar secara sungguh-sungguh. Sehingga nantinya mampu menjadi guide Mandarin yang berkualitas, " harapnya.
Dikatakan, kendala minimnya orang Bali belajar bahasa Mandarin, karena sulit. Berbeda dengan bahasa lainnya seperti bhasa Inggris, Spanyol, Francis maupun bahasa Jerman. Terbukti dari 1600 pramuwisata di Bali, jumlah yang paling sedikit adalah guide Mandarin
Senada dengan Nuarta, Direktur TCI Fakultas Pariwisata Unud I Made Sendra tidak menampik, bahwa sedikitnya peminat belajar bahasa Mandarin karena sulit dipelajari. Padahal Bali banyak membutuhkan guide pasar China, karena pasar China dari tahun 2010 hingga 2019 mengalami tren peningkatan yang pada puncaknya pada tahun 2017 kunjungan memcapai 2.3 juta.
"Memang benar susah. Disamping juga di Unud belum ada jurusan atau prodi sastra Mandarin. Pada tahun 2018 posisi kunjungan teratas adalah wisatawan Tiongkok menggeser posisi Australia," benernya.
Sementara Wakil Dekan Fakultas Pariwisata Unud Yayu Indrawati, S.S., M.Par., Ph.D menyampaikan, saat ini merupakan transisisi dari pandemi menuju endemi, ada indikasi bagi dunia pariwisata, bahwa border-border semua negara hampir semua dibuka. Maka setiap saat akan ada kedatangan pariwisata, tanpa ada lagi pembatasan perjalanan.
Hal ini juga terjadi di negara China, seperti yang terjadi pada awal tahun 2023 pada bulan Februari. Adanya charter flight dari Shenzhen menuju ke Bali yang mengangkut sekitar 200 wisatawan.
"Saya liat penerbangan reguler dari China sudah normal. China sudah membuka penerbangan langsung ke Bali. Hal ini membawa dampak signifikan bagi yang bergerak di dunia pariwisata," terangnya.
Ditambahkan, saat normal (sebelum pandemi red) kunjungan wisatawan Tiongkok ke Bali sebanyak 1,2 juta per tahun. Sementara saat ini kita harapkan 70 persen dari 1,2 juta bisa tercapai. Sehingga pariwisata menggeliat kembali di Bali.
Dengan demikian, dari jumlah kunjungan yang akan datang, patut diiringi peningkatan kapasitas pramuwisata. Kesiapan sumber daya manusia (SDM) perlu disiapkan dari sisi pendidikan, skill, untuk bisa menghandle wisatawan Tiongkok.
Melalui penyelenggarakan pengabdian secara berkala ini, ada peningkatan jumlah peserta. Jika melihat statistik, tahun lalu terdapat 57 peserta, sekarang 33 peserta baru. "Kita berharap jumlah ini terus meningkat agar pramuwisata mampu menyebarkan edukasi budaya kepada wisatawan Tiongkok," imbuhnya.***