Petani Sukabumi Kini Alih Profesi Jadi Konten Kreator, Benarkah Program Pemerintah Gagal?

Petani Sukabumi Kini Alih Profesi Jadi Konten Kreator, Benarkah Program Pemerintah Gagal? (Tangkap Layar YouTube/Sadbor86)

JAKARTA – Saat Anda melihat di media sosial, tentu ada sering melihat konten warga kampung di Sukabumi, Jawa Barat mendapatkan penghasilan melalui joget sadbor yang sekarang sedang viral dan ramai diperbincangkan.

Warga kampung live streaming di Sukabumi ini tiba-tiba beralih profesi menjadi konten kreator dan TikTokers yang aktif melakukan live streaming. Mereka dikabarkan menerima saweran uang yang cukup menguntungkan di TikTok.

Sebagian dari mereka berjoget di depan gawai. Bukan hanya satu atau dua orang saja, melainkan mereka berjoged ramai-ramai yang dikenal sebagai joget sadbor.

Warga kampung yang menjadi konten kreator ini berasal dari berbagai usia dan jenis kelamin. Mulai dari remaja, bapak-bapak, hingga ibu-ibu. Semua saling menunjukkan kemampuan mereka dengan membuat konten berjoget.

Joget yang dilakukan oleh warga Kampung Margasari, Desa Bojongkembar, Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, bukan sekadar tarian sederhana, melainkan juga merupakan bentuk ikatan komunitas dan cara kreatif untuk mendapatkan penghasilan melalui saweran dari para penonton.

Semakin besar saweran yang diterima, semakin lama para host berjoget untuk menghibur penonton dari berbagai kalangan.

Awalnya, joget sadbor dikenal sebagai joget ayam patuk karena gerakan tangannya mirip dengan ayam yang sedang mematuk. Namun, setelah dipopulerkan oleh akun @sadbor86, gerakan ini lebih dikenal dengan nama joget sadbor.

Gunawan pemilik akun @sadbor86, seorang tukang jahit keliling. Dia mulai mencoba membuat konten di TikTok saat pandemi Covid-19.

Gunawan tidak menyangka bahwa apa yang dilakukannya bisa menjadi viral dan menarik perhatian publik, padahal aktivitas tersebut berawal dari iseng membuat konten di TikTok. Sebelum viral seperti sekarang, Gunawan memulai siaran langsungnya saat menjadi penjahit keliling di Jakarta.

Ia akhirnya memutuskan untuk berhenti menjahit dan kembali ke Sukabumi. Antara 2020-2021, dia fokus untuk mencari penghasilan melalui siaran langsung di TikTok.

Awalnya, dia melakukan joget secara sembarangan, tetapi kemudian menemukan gerakan yang tepat dan menamakannya joget ‘ayam patuk.’ Setelah mendapatkan banyak saweran, ia mengajak teman dan tetangganya untuk ikut bergabung.

Gunawan menyatakan, live di TikTok biasanya dilakukan mulai pagi sekitar pukul 09.00 WIB hingga sore menjelang maghrib. Pada malam hari, dia menyerahkan ke rekannya yang lain. Dari hasil siaran setiap hari, ia dapat menghasilkan uang dari saweran antara Rp400.000 hingga Rp700.000. Hasil tersebut sudah bersih setelah dibagi dengan rekan-rekannya.

Setidaknya 300 warga yang live streaming ‘Joget Sadbor’ setiap hari. Dari jumlah tersebut, mereka terbagi menjadi 50 akun TikTok, dengan jumlah peserta dalam setiap siaran langsung berkisar antara 6-10 orang. Banyak dari masyarakat yang akhirnya meninggalkan pekerjaan utama mereka sebagai petani dan hanya fokus untuk live di media sosial.

Pendapatan dari live streaming ini cukup menggiurkan, dengan perolehan antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta. Uang tersebut diperoleh dari saweran (gift) yang diberikan oleh para netizen atau penonton.

Selama dua tahun live di TikTok, Gunawan mengaku banyak rekannya yang terbantu, sehingga mereka dapat membeli sepeda motor, merenovasi rumah, hingga membeli rumah baru.

Kritikan Tajam

Di sisi lain, fenomena kampung live streaming ini justru mendapatkan kritikan tajam dari warganet di X. Hal ini dianggap sebagai hasil dari kegagalan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam menciptakan lapangan pekerjaan.

Jokowi pernah berjanji akan menciptakan 10 juta lapangan pekerjaan selama masa pemerintahannya. Tapi kenyataannya, beberapa tahun terakhir Indonesia justru mengalami gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hasil Survei Pertanian Terintegrasi (Sitasi) tahun 2021 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), di Kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan. Diketahui, rata-rata pendapatan bersih petani skala kecil sebesar Rp5,23 juta pertahun.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, dalam hasil Sitasi 2021 ini, BPS memberikan definisi petani skala kecil baik dari ukuran fisik, seperti luas lahan dan jumlah ternak yang dimiliki, serta ukuran ekonomi yang terkait dengan pendapatan. Definisi ini memberikan kejelasan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan untuk petani skala kecil.

Deputi Bidang Stastistik Produksi BPS M Habibullah menyampaikan, ambang batas yang dihasilkan Sitasi 2021 untuk pengukuran petani skala kecil adalah luas lahan kurang dari 2 hektar, jumlah ternak yang dipelihara 3 TLU (tropical livestock unit). Sedangkan ukuran ekonomi, pendapatan pertanian maksimal 18,8 juta rupiah per tahun.

Mengenai tingkat pendapatan, rata-rata petani skala kecil di Indonesia dapat menghasilkan Rp215.650 per hari kerja. Angka tersebut merupakan pendapatan kotor, sedangkan pendapatan bersih petani skala kecil mencapai Rp5,23 juta per tahun.

Hal ini sangat kontras dengan penghasilan mereka sebagai konten kreator di TikTok, yang dapat mencapai antara Rp1 juta hingga Rp1,5 juta.

Dinas Pertanian Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, mengakui sejak November hingga Desember 2020, hampir semua petani yang menanam, terutama padi, mengalami kesulitan  mendapatkan pupuk. Khususnya subsidi jenis NPK.

“Faktor utama petani kesulitan mendapatkan pupuk subsidi jenis NPK karena tata kelola distribusi pupuk di awal tahun 2020 seperti biasanya distributor dan pengecer resmi lakukan tidak berdasarkan kebutuhan rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) di masing-masing kelompok tani,” kata Kepala Distan Kabupaten Sukabumi Sudrajat di Sukabumi, dilansir dari Antara.

Memasuki September, rencana pembelian pupuk subsidi dengan menggunakan Kartu Tani Indonesia (KTI) tidak terlaksana. Hal ini karena dengan menggunakan KTI, setiap petani hanya dapat membeli pupuk subsidi sesuai dengan jatah yang tercantum dalam RDKK.

Untuk alokasi awal tahun 2020, kebutuhan pupuk NPK direncanakan sebanyak 40.481 ton, tapi realisasinya hanya mencapai 27.717 ton. Untuk pupuk urea, kebutuhan yang direncanakan adalah 39.228 ton, namun realisasinya 42.617 ton, sedangkan untuk pupuk SP-36, kebutuhan yang direncanakan sebanyak 9.687 ton, tetapi realisasinya 9.110 ton.

Dilansir dari Pemerintah Kabupaten Sukabumi dalam Kebijakan Umum APBD Tahun 2024, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat menunjukkan angka yang fluktuatif dari tahun 2016-2019.

Namun, pada tahun 2020 perekonomian Jawa Barat maupun Sukabumi mengalami penurunan. Pada tahun 2020 perekonomian Jawa Barat terkontraksi sebesar 2,52% menurun dibandingkan dengan tahun 2019 yang mencapai 5,02%.

Pada tahun 2020, perekonomian Kabupaten Sukabumi dan Jawa Barat mengalami kontraksi akibat pandemi Covid-19 yang dimulai sejak triwulan pertama. Penyebaran pandemi secara nasional dan global mengganggu aktivitas ekonomi. Sebagian besar sektor usaha mengalami pelambatan pertumbuhan, namun ada beberapa sektor yang mampu mencatatkan pertumbuhan positif di tengah pandemi.

Namun, upaya pemulihan ekonomi yang terus dilakukan pada akhirnya menunjukkan dampak positif, di mana pada tahun 2022, pertumbuhan ekonomi kembali menguat dan tercatat tumbuh hingga 5,12% di Kabupaten Sukabumi.

Secara sektoral, pertumbuhan tertinggi di Kabupaten Sukabumi pada tahun 2022 berasal dari sektor akomodasi dan makanan serta minuman. Sektor ini menunjukkan aktivitas jasa (tersier) tumbuh lebih kuat di Kabupaten Sukabumi dibandingkan dengan sektor primer, khususnya pertanian.

Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Distika Safara Setianda pada 01 Nov 2024 

Editor: Redaksi

Related Stories