Bali Community
Perlu Kolaborasi Kawal Pelestarian “Segara Alit” Batur
Bangli, Balinesia.id – Bulan Bahasa Bali (BBB) ke-5 “Segara Kerthi: Campuhan Urip Sarwa Prani” menjadi momentum berbagai elemen masyarakat untuk merefleksikan keberadaan sagara atau lautan sebagai elemen alam yang penting. Wacana itu pun muncul dalam widyatula (seminar) yang digelar DPK Peradah Indonesia Bangli, Rabu, 22 Februari 2023 sore.
Pembicara, I Ketut Eriadi Ariana (Jero Penyarikan Duuran Batur) pada materinya yang berujudul “Ngrajegang Sagara Kreti ring Gumi Bangli” berpendapat bahwa dalam konteks Bangli yang secara fisik tidak memiliki wilayah pantai, upaya membumikan konsep segara kerthi [sagara krethi] dapat dilakukan dengan menoleh kondisi Danau Batur. Sebab, dalam konsep lokal setempat, danau terbesar di Bali ini disebut pula sebagai sagara alit.
“Teks Pratekaning Usana Siwa Sasana yang merupakan salah satu lontar Raja Purana Pura Ulun Danu Batur secara tegas mengatakan Danau Batur sebagai sagara alit yang harus diperhatikan oleh pemimpin Bali, para brahmana, dan intelektual,” kata Sekretaris DPP Peradah Indonesia Bali ini.
Baca Juga:
Menurut alumnus Sastra Jawa Kuno Universitas Udayana ini, keberadaan Danau Batur sejalan dengan konsep sagara krethi sebagaimana tersurat dalam Lontar Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul, yakni sebagai sumber kehidupan (amreta) dan sumber penyucian (prayascita). Oleh karena itu, perlu kesadaran bersama untuk mendukung kelestarian sebagaimana diwacanakan dalam Raja Purana Pura Ulun Danu Batur.
“Perlu kolaborasi dan komitmen menjaga sagara alit Batur yang merupakan tirtha motama mahamreta Pulau Bali, huluning Bali. Semua elemen harus terlibat dalam aksi maupun wacana, dan saya harap Peradah Bangli serta elemen organisasi yang hadir hari ini bukan dapat mengambil peran lebih banyak untuk mengawal regulasi ke arah perlindungan sagara alit kita,” katanya.
Baca Juga:
Sementara itu, pembicara lainnya yang merupakan Penyuluh Agama Kabupaten Bangli, I Wayan Sudarma dalam materi berjudul “Kontribusi Generasi Muda Hindu bagi Keberlangsungan Tri Hita Karana” mengatakan konsep tri hita karana tidak boleh jatuh hanya pada tataran teoretis di sangkepan, sementara kerusakan alam tidak terhindarkan.
“Kita tidka bisa memisahkan antara beragama dengan berkehidupan, contohkan kondisi Danau dan Gunung Batur yang belakangan kerusakannya semakin parah akibat eksploitasi demi keuntungan semata, tanpa adanya mitigasi risiko kerusakan dan dampak negatifnya,” kata penyuluh yang juga berasal dari Desa Kedisan, Kintamani ini.
Baca Juga:
Menurutnya, mustahil kita mendapatkan bahagia dan damai kalau alam yang memberi kehidupan dirusak. Oleh karena itu, ia mengajak Peradah dan generasi muda Hindu berani mengambil tindakan konkret bagi keberlangsungan keselarasan manusia dengan alam, termasuk menyampaikan kritik konstruktif kepada para pihak pembuat regulasi, dan bersama-sama mengedukasi masyarakat di sekitarnya, untuk semakin sadar merawat alam lingkungannya.
Ketua DPK Peradah Indonesia Bangli, I Nyoman Diana mengatakan kesiapan pihaknya untuk turut amnbil bagian dalam upaya ke arah itu. “Peradah Bangli siap berkolaborasi dengan semua pihak dalam mewujudkan hubungan yang baik dengan alam, manusia, dan parahyangan. Kami siap gotong royong dalam usaha pelestarian sagara alit Bangli,” kata pemuda asal Desa Songan ini.
Baca Juga:
Sebelumnya, Ketua Panitia Kegiatan, Ni Luh Meisa Wulandari dalam laporannya menyatakan kegiatan tersebut bertujuan sebagai salah satu dukungan untuk ikut dalam melestarikan aksara, bahasa, dan sastra Bali, utamanya di Kabupaten Bangli. Widyatula diikuti oleh sejumlah elemen, antara lain Penyuluh Agama Hindu, Penyuluh Basa Bali, PC KMHDI Bangli, KNPI Kabupaten Bangli, Yayasan Gringsing Agung Bali, ITP Markandeya Bali, dan Bangli Sastra Komala. jpd