Menuju Bali Bebas Stunting, BKKBN Bali Bersinergi dengan Desa Adat

Penandatanganan MoU Perwakilan BKKBN Bali dan MDA Bali terkait penganan stunting. (Balinesia.id/IST)

Denpasar, Balinesia.id - Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Bali pun menggandeng desa adat melalui Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali untuk sinergitas penurunan stunting di Provinsi Bali. Kerja sama kedua lembaga diwujudkan melalui penandatanganan nota kesepakatan di Kantor MDA Bali, Kamis, 8 Juni 2023 kemarin.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Bali, Ni Luh Gede Sukardiasih, mengatakan bahwa kerja sama yang dibangun bermaksud untuk menguatkan peran desa adat untuk mendukung program percepatan penurunan stunting di Provinsi Bali. Ia menjelaskan dengan merangkul dan bekerjasama dengan desa adat di Bali diharapkan dapat menurunkan angka 8 persen yang telah dicatat pda 2022 lalu. “Karena kami memiliki tugas mengendalikan penduduk tumbuh seimbang,” katanya

Sukardiasih mengatakan bahwa pihaknya bertugas mengadvokasi masyarakat melalui bendesa adat. Bahwa petugas yang bertugas mendata, mencegah dan memfasilitasi ketika ada warga mengalami stunting di masing-masing desa terus bekerja di lapangan, atau yang disebut dengan Tim Pendamping Keluarga (TPK). 

Baca Juga:

“Tim pendamping ini terdiri dari PKK, ada tenaga kesehatan, dan kader Keluarga Berencana. Desa adat juga diharapkan turut memberikan perhatian, karena kader ini sifatnya sukarela yang secara rutin melaporkan calon pengantin, ibu hamish, ibu melahirkan hingga usia anak sampai 1000 hari,” kata dia.

Ia turut menambahkan yang kerap terjadi di desa adat, calon pengantin enggan melakukan pemeriksaan. “Pemeriksaan dari HB, tinggi dan berat badan, tujuannya apakah sudah aman untuk hamil atau belum. Kalau belum, boleh menikah tapi disarankan tunda kehamilan dengan menggunakan alat kontrasepsi. Jika pun tidak mau diperiksa oleh petugas kami, calon pengantin bisa periksa secara mandiri, langkah ini salah satu cara mencegah stunting,” jelasnya.

Kerja sama yang dijalin dengan desa adat nantinya dapat menekan angka stunting dari usia pernikahan dan hamil. Supaya dapat mewujudkan keluarga yang berkualitas, maka pihaknya menekankan agar menghindari terlalu muda untuk menikah. “Paling ideal itu 21 tahun untuk wanita, secara kesehatan sudah matang,” ucap dia.

Baca Juga:

Ditekankan agar masyarakat jangan terlalu tua untuk hamil, dia menyarankan pada 35 tahun paling tua. Selanjutnya jangan terlalu dekat untuk hamil. “Setelah melahirkan, jarak aman untuk hamil lagi setelah tiga tahun. Kalau tidak itu pemicu terjadinya stunting, karena gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak. Perkembangan anak 1000 hari kehidupan, dari kandungan sampai 2 tahun harus diberikan nutrisi terbaik,” kata dia. 

Sementara itu, Bendesa Agung, Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali, Ida Penglingsir Agung Putra Sukahet, mengatakan tugas menjadikan nol stunting di Bali bukan saja tugas pemerintah. Melainkan kepentingan krama Bali, kepentingan desa adat, maka sinergitas ini harus dilaksanakan.

“Harus kita laksanakan dan harus bertekad bukan menurun begitu saja dalam waktu dekat tapi harus berusaha bekerja keras supaya di Bali itu tidak ada status stunting. Karena ini kunci keberhasilan menciptakan anak- anak kita, generasi penerus yang suputra. Tentu cerdas sehat dan bermanfaat bagi masyarakat adat, bagi Bali, dan bagi agama serta bangsa ini,” katanya. jpd

Editor: E. Ariana

Related Stories