Baliview
Menilik Karakteristik Topeng Singapadu
Gianyar, Balinesia.id – Tapel (topeng tradisional) merupakan salah satu bentuk karya kebudayaan Bali yang biasanya menjadi unsur penting dalam berbagai jenis pertunjukkan, khususnya tari. Karakter tapel-tapel di Bali pun memiliki ciri khas berbeda, salah satunya adalah topeng Singapadu.
Seniman topeng Singapadu, Cokorda Alit Artawan Saat ketika ditemui Balinesia.id di kediamannya belum lama ini menjelaskan karekteristik topeng Singapadu dibandingkan dengan topeng dari daerah lain di Bali.
“Kami di Singapadu ada patokan yang harus di sesuaikan dalam membuat topeng, di mana yang membuat topeng harus bisa menarikan, dan topeng akan sempurna bila sudah bisa ditarikan,” tuturnya.
Dalam proses membuat sebuah topeng, seniman yang biasa dipanggil Cok Alit ini mengatakan bahwa ada konsep pembuatan topeng yang disebut admaya. “Admaya artinya dalam membuat topeng tidak hanya dengan melihat, tapi dengan meraba contoh yang akan ditiru. Selain itu, proses pembuatan topeng dibuat dari belakang, maksudnya dengan pengukuran dari belakang, kemudian mencocokan dengan muka, terutama bagi penari. Saat membuat topeng, tari juga harus diekspresikan di dalam topeng,” katanya.
Baca Juga:
- https://balinesia.id/read/wujudkan-eco-airport-288-panel-surya-akan-dipasang-di-bandara-i-gusti-ngurah-rai
- https://balinesia.id/read/pojk-perkuat-perlindungan-konsumen-dorong-sektor-jasa-keuangan-tumbuh-berkelanjutan
- https://balinesia.id/read/konsulat-korea-dan-pemkab-klungkung-jajaki-kerja-sama-pariwisata-hingga-pertanian
Karakteristik itulah yang kemudian menyebabkan topeng Singapadu tampak sangat tipis. Topeng dan muka penari menempel diyakini dapat menambah penjiwaan terhadap topeng itu sendiri. "Beberapa seniman topeng di Singapadu juga memprodukai topeng di dalam (rumah), tidak dijajakan di pinggir jalan. Jadi, bila ada yang mencari untuk membuat topeng bisa datang langsung,” kata dia.
Terkait dengan sejarah, pembuat topeng Ida Bhatari Ayu Mas Membah yang dipentaskan dalam pergelaran “Nuwur Kukuwung Ranu” garapan ISI Denpasar dan Yayasan Puri Kauhan Ubud ini menceritakan bahwa kesejarahan topeng di Singapadu dimulai dari abad ke-17. Awalnya, seniman-seniman topeng di sana menggeluti pembuatan topeng barong. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, pembuatan topeng semakin berkembang, baik dari jenis maupun karakternya.
“Topeng sudah ada di setiap daerah dengan karakteristik yang berbeda-beda dan topeng memiliki hubungan yang erat dengan Tuhan yang kemudian ditempatkan di pura dan tempat suci lainnya,” katanya.
Sebagai seniman topeng, Cok Alit pun menjelaskan bahwa keputusannya untuk terjun dalam dunia pertopengan Singapadu lantaran terkait dnegan tanggungjawabnya yang memiliki aliran darah seniman dari tetuanya. “Melihat generasi pembuat topeng di puri (rumah, red) hanya tinggal satu generasi, akhirnya saya jadi jengah (bertekad, red), sehingga saya putuskan terjun untuk lebih menyelami topeng ini,” kata dia. oka