Baliview
Maknai Kearifan Telaga, Festival Ubud Campuhan Budaya Digelar Pekan Ini
Gianyar, Balinesia.id – Sebuah festival kebudayaan, Ubud Campuhan Budaya, akan terselenggara di Ubud, Gianyar, untuk pertama kalinya pada Jumat, 25 November 2022 hingga Minggu, 27 November 2022. Bertemakan “Tattaka Wisudha Citta: Telaga Benih Reka Budaya”, festival yang merupakan hilirisasi program kebudayaan Yayasan Janahita Mandala Ubud hadir sebagai media merawat keberlangsungan kebudayaan Bali.
Tjokorda Gde Agung Ichiro Sukawati yang merupakan Ketua Yayasan Janahita Mandala Ubud sekaligus penanggung jawab festival Ubud Campuhan Budaya, mengatakan Ubud Campuhan Budaya dihadirkan sebagai neoclassic culture festival. Pada tahun pertama pelaksanaannya, panitia sengaja dikaitkan dengan entitas air, sejalan dengan tematik pembangunan Provinsi Bali pada tahun 2022, yakni “Danu Kertih”.
Baca Juga:
- Phillip Sekuritas Indonesia Rilis Fitur SWIFT untuk Permudah Scalping, Tawarkan Biaya Broker 0 Persen
- Jelang Natal Tahun Baru Moeldoko Peringatkan Pengusaha Jangan Permainkan Harga dan Stok
- Dinilai Picu Pertumbuhan Kreativitas dan Inovasi Kekayaan Intelektual, Koster-Putri Suastini Terima Penghargaan Kemenkumham
“Kami memaknai telaga sebagai sebuah ekosistem kejernihan sebagai representasi air itu sendiri. Telaga memang mengandung lumpur, tapi lumpur itu mengendap di dasar telaga, sedangkan yang muncul adalah air yang jernih. Lagi pula, kami di Ubud memang banyak ada telaga, sehingga untuk pelaksanaan festival yang pertama ini kami angkat tema “Tattaka Wisudha Citta”, kami maknai sebagai Telaga Benih Reka Budaya,” kata tokoh muda Puri Agung Ubud ini.
Sosok yang kerab dipanggil Cok Ichiro ini menjelaskan, festival tersebut juga mengambil semangat dari “campuhan” yang menjadi ciri khas dari Ubud. Campuhan secara ekologis adalah pertemuan dua aliran air, dalam konteks Ubud dikenal ada Campuhan Tukad Wos sebagai titik temu Sungai Wos Kangin dan Sungai Wos Kawan.
Dalam konteks budaya, turut campuhan menjadi ciri dari kebudayaan Ubud yang sejak masa kolonial telah mempersatukan cita rasa kebudayaan Bali dan dunia (Barat). “Ubud juga menjadi tempat pertemuan orang-orang dari berbagai belahan bumi. Di tanah dan natah Ubudlah para seniman dunia seperti Rudolf Bonnet, Walter Spices, Antonio Blanco bertemu dengan penduduk lokal,” kata dia.
Silang pertemuan tersebut, kata Cok Ichiro, pada saat yang bersamaan terjadi pula campuhan budaya dari kedua pihak. “Tak berbeda dengan fitrah campuhan, pertemuan dua budaya tersebut menjadi benih penciptaan seni baru, proses pemeliharaan terhadap kekuatan jati diri, dan peleburan berbagai keunggulan budaya,” jelasnya.
Cok Ichiro berharap dapat Ubud Campuhan Budaya dapat menjadi tungku persajian kreativitas para seniman di Ubud, baik seni rupa, seni sastra, seni musik, dan seni tari yang memantik daya cipta kreativitas. “Pada berbagai dimensi seni itu Ubud dapat dipastikan selalu memberikan kontribusinya sendiri, baik bagi Bali, Indonesia, maupun dunia,” kata dia.
Berbagai Materi
Festival Ubud Campuhan Budaya yang dilaksanakan selama tiga hari menghadirkan sejumlah materi. Konten-konten tersebut dangat beragam, yang didominasi oleh kriyaloka (workshop) sebagai spirit festival tersebut.
Manager Program Ubud Campuhan Budaya 2022, Tjokorda Gde Anggara Sukawati didampingi Ketua Panitia Ubud Campuhan Budaya 2022, Cokorda Gde Bayu Putra dan Sekretaris, Cokorda Alit Krsipariyana mengatakan pembukaan akan dilaksanakan pada Jumat, 25 November di Museum Puri Lukisan Ubud. Festival dikuratori tiga akademi, yakni I Wayan Sudirana, Ph.D (ISI Denpasar); IGA Paramita, S.Ag., M.Si. (UNHI Denpasar); dan Putu Eka Guna Yasa, S.S., M.Hum. (Universitas Udayana).
Baca Juga:
- https://balinesia.id/read/debut-perdana-di-blantika-musik-indonesia-deva-dianjaya-rilis-single-memendam-rasa
- https://balinesia.id/read/aruna-kenalkan-produk-perikanan-lokal-ke-pasar-global
- https://balinesia.id/read/refleksi-puputan-margarana-cok-ace-ajak-krama-bali-lebih-solid
Pembukaan festival akan diisi acara seremonial meliputi peluncuran buku SarasastraIII, buku Macandetan, pemberian anugerah budaya, Sarasastranugraha, pameran foto arsip Bali 1928 yang akan dibuka hingga penutupan festival, serta pergelaran garapan khusus dari koreografer, Gede Agus Krisna Dwipayana.
“Buku SarasastraIII berisi pusparagam pemikiran dari Rembug Sarasastra yang kami gelar sejak awal tahun, demikian pula buku Macandetan adalah rekam pemikiran dari diskusi Macandetan yang juga kami gelar selama setahun ini,” terang tokoh muda Ubud yang akrab dipanggil Cok Angga itu.
Selanjutnya, Sarasastranugraha 2022 akan diberikan pada sosok pengabdi di bidang sastra, agama, dan kebudayaan Bali yang telah mendarmabaktikan hidup dan pengetahuannya bagi pengembangan sastra, agama dan kebudayaan Bali.
Pada 26 November 2022 dilaksanakan kompetisi mural, workshop digital art, workshop pembuatan lamak Bali, workshop tari, workshop geguritan, bedah arsip Bali 1928 dan arsip Bali 1940, serta screening video Bali 1928. Program-program tersebut dikoordinir langsung Ida Bagus Oka Manobhawa. “Workshop yang kami laksanakan sebagai bentuk hilirisasi dari program kebudayaan yang telah digelar setahun ke belakang. Kami tidak hanya ingin memberi pembobotan, tapi juga pembibitan,” ucap dia.
Hari ketiga festival, yakni pada 27 November 2022 akan diisi dengan workshop permainan anak-anak, workshop pagongan, serta penutupan. “Penutupan akan diisi dengan pertunjukkan berjudul Banyu Mili yang dikomposeri I Wayan Diana Putra, pementasan karya tabuh alm. Tjokorda Agung Mas, serta pidato kebudayaan dari Wakil Gubernur Bali yang juga Guru Besar ISI Denpasar, Prof. Dr. Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati,” pungkas Cok Angga. jpd