Baliview
Konservasi Lontar di Desa Bakas, Lontar Tak Tersentuh karena Disakralkan
Klungkung, Balinesia.id – Pandangan bahwa lontar sebagai benda sakral menjadi salah satu unsur yang menyebabkan lontar-lontar di Bali tidak terjamah. Hal ini pula yang terjadi pada lontar koleksi masyarakat di Desa Bakas, Klungkung, Bali.
Serangkaian Festival Konsevasi Lontar Bulan Bahasa Bali ke-5 tahun 2023, Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung bergerak menyasar salah satu warga di Desa Bakas bernama I Made Suena pada Kamis (9/2). Berdasarkan pemeriksaan petugas, ada enam cakep lontar yang dikoleksi Suena secara turun temurun. Sayangnya, ketika diidentifikasi, tidak semua lontar dalam kondisi baik.
“Keberadaan naskah lontar sangat disakralkan oleh pemiliknya. Karena tidak ada yang ahli dibidang membaca aksara Bali, maka di saat piodalan naskah lontar hanya dilaksanakan upacara pebantenan saja,” kata Koordinator Penyuluh Bahasa Bali Kecamatan Banjarangkan, Ni Ketut Suastini.
Baca Juga:
Ia menjelaskan, dari enam cakep lontar tersebut, tim hanya mampu mengidentifikasi lima cakep lontar, sementara satu sisanya tidak bisa diidentifikasi. Satu lontar yang tidak teridentisikasi disebabkan karena kondisinya yang rusak dan dalam kondisi acak.
“Keadaan lontar itu cukup bagus, namun dari 6 lontar yang ada, hanya 5 lontar yang bisa diidentifikasi. Satu buah lontar tidak bisa diidentifikasi karena rusak dan halamannya tidak beraturan. Kami sudah berkali-kali mencoba, namun tetap ada yang kurang. Mungkin beberapa bagus sudah ada yang rusak berat atau hilang,” katanya.
Baca Juga:
Sementtara itu, dari lima lontar yang berhasil diidentifikasi, lontar-lontar tersebut ternyata menyimpan informasi-informasi yang terbilang penting. Kelimanya dikelompokkan menjadi tiga jenis, yakni lontar usadha (pengobatan), satua (cerita), dan tattwa (filsafat keagamaan). Biasanya lontar usadha difungsikan secara praktis dalam praktik pengobatan tradisional orang Bali.
Terkait dengan kondisi tersebut, Tim Penyuluh Bahasa Bali Kabupaten Klungkung pun memberikan edukasi terkait perawatan dan penyimpanan agar selalu diperhatikan kondisi naskah. Mereka meminta agar dalam penyimpanan naskah lontar agar tidak terkena air dan usahakan tempat penyimpanan tidak terlalu lembab. Ke depan penyuluh berencana akan melakukan alih aksara ke dalam aksara latin dan nantinya akan dialih bahasakan.
Baca Juga:
Pemilik lontar, Made Suena mengaku selama ini lontar-lontar koleksinya memang jarang dibaca. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya pengetahuan yang dimiliki pihaknya terkait lontar dan aksara Bali.
“Saya tahu di dalam lontar itu memiliki banyak pengatahuan khususnya terklait dengan budaya kita di Bali. Semoga saja, nanti ada tumbuh penerus yang bisa membaca lontar,” akunya.
Ke depan Suena berharap program konservasi dapat terus digulirkan, sehingga semakin banyak lontar di Bali yang bisa diselamatkan. Pihaknya juga mengucapkan terima kasih kepada Dinas Kebudayaan Provinsi Bali yang telah melakukan perawatan terhadap lontar miliknya. jpd