Ekonomi & Pariwisata
Ketahui Apa Itu Tren Inflasi Jabatan dan Dampaknya untuk Dunia Kerja
JAKARTA - Saat ini tentu Anda sering melihat atau mendengar ada banyak karyawan atau pekerja yang memiliki waktu kerja yang cukup singkat telah memiliki jabatan manajer atau direktur. Ternyata tren jumlah perusahaan di Indonesia yang membesar-besarkan titel atau jabatan pekerjaan tampak menunjukkan peningkatan dalam setahun terakhir.
Peningkatan tersebut mencapai 27% pada posisi dengan titel seperti "Direktur" dan "Manajer" yang ditujukan bagi para profesional dengan pengalaman dua tahun. Fenomena ini disebut sebagai tren inflasi jabatan.
Umumnya, perusahaan melakukannya sebagai upaya untuk menarik dan mempertahankan talenta atau karyawan. Namun, upaya ini sebenarnya memiliki tingkat keberhasilan yang terbatas dan dapat menimbulkan masalah baik bagi perusahaan maupun karyawan.
Pandangan ini sejalan dengan hasil pengamatan perusahaan headhunter dan agensi rekrutmen, Robert Walters Indonesia mengenai tren inflasi jabatan (job title inflation).
- Cek Daftar Syarat Terbaru Bikin Koperasi Simpan Pinjam
- Daftar Instansi yang Sudah Umumkan Formasi CPNS 2024, Siap-siap!
- Ternyata Guru Paling Banyak Jadi Korban Pinjol Ilegal
Inflasi jabatan merujuk pada praktik perusahaan yang memberikan titel pekerjaan dengan cara dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan, yang mungkin tidak secara akurat mencerminkan tanggung jawab, senioritas, atau bahkan gaji yang sebenarnya pada posisi tersebut.
Pendekatan Inflasi Jabatan untuk Menarik dan Mempertahankan Talenta
Tidak dapat disangkal bahwa titel pekerjaan dan promosi memiliki peran penting dalam kehidupan para pekerja profesional.
Menurut survei LinkedIn yang dilakukan oleh Robert Walters Indonesia pada bulan Januari, 90% pekerja profesional sepakat bahwa jabatan pekerjaan merupakan faktor yang penting atau sangat penting saat mereka melamar untuk suatu posisi pekerjaan.
Di antara para pekerja profesional muda, sebanyak 53% dari mereka berharap untuk mendapatkan promosi dalam waktu 12 bulan setelah bergabung dengan perusahaan.
Sebanyak 56% perusahaan yang berpartisipasi dalam survei menyatakan bahwa mereka telah menerapkan strategi inflasi jabatan sebagai bentuk promosi untuk menarik talenta.
Menariknya, hanya 11% dari perusahaan tersebut yang tidak melihat adanya perubahan signifikan. Meski demikian, penggunaan jabatan yang dibesar-besarkan memiliki tantangan tersendiri, di mana para profesional mungkin tidak menganggapnya sebagai indikator senioritas yang signifikan.
Berdasarkan hasil temuan Robert Walters Indonesia seperti dilansir TrenAsia.com dari keterangan resmi pada Jumat, 25 April 2024, faktor-faktor seperti kemampuan mengelola tim (56%) dan persepsi mengenai pentingnya peran tersebut (23%) dianggap sebagai indikator senioritas yang lebih utama, sementara hanya 21% yang meyakini bahwa gelar C-suite atau kepala departemen mencerminkan senioritas.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jabatan yang dibesar-besarkan mungkin terlihat menarik pada awalnya, faktor-faktor seperti kepemimpinan tim dan persepsi mengenai pentingnya peran tersebut memiliki pengaruh yang lebih besar dalam menentukan senioritas daripada sekadar memiliki jabatan yang bergengsi.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk menjaga transparansi mengenai peran dan tanggung jawab yang sebenarnya terkait dengan suatu posisi guna menghindari kebingungan.
- Cara Mengurus BPKB yang Hilang Tanpa Calo
- 10 Tips Menghasilkan Uang Hanya dengan Modal Smartphone dan Internet
- Krisis Iklim Disebut Mampu Pangkas Pendapatan Negara di Dunia, Siapa Paling Parah?
"Dalam pasar kerja yang kompetitif saat ini, praktik inflasi jabatan menjadi hal yang umum terjadi, meskipun tidak di semua industri," ungkap Eric Mary, Country Head di Robert Walters Indonesia.
"Menggunakan jabatan yang dibesar-besarkan dapat menjadi faktor motivasi bagi karyawan untuk mempertimbangkan langkah karir selanjutnya. Hal ini memiliki potensi untuk menciptakan dampak positif, seperti mengurangi stereotip gender dan bias lainnya, serta mengompensasi gaji yang lebih rendah. Namun, penting bagi organisasi untuk melakukannya dengan hati-hati agar tetap menjaga transparansi, serta dapat menarik kandidat yang sesuai dengan posisi tersebut." lanjut Eric Mary.
Robert Walters Indonesia menyarankan manajer perekrutan untuk melakukan evaluasi yang cermat sebelum memutuskan untuk menerapkan pendekatan inflasi jabatan. Meskipun ada alasan yang valid untuk mempertimbangkan pendekatan ini, penting untuk mempertimbangkan secara menyeluruh pro dan kontra serta memahami potensi dampak jangka panjangnya terhadap organisasi.
Tulisan ini telah tayang di www.trenasia.com oleh Rumpi Rahayu pada 26 Apr 2024