Opini
Kebakaran Kilang Pertamina Berkali-kali dalam Satu Tahun Sesuatu yang Tak Wajar
Publik kembali dikejutkan oleh kebakaran yang kembali menimpa kilang minyak milik Pertamina di area Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah, pada Hari Jumat, tanggal 11 Jumi 2021, pukul 19.45 WIB. Namun, patut diapresiasi juga meskipun terjadi kebakaran, Pertamina memastikan pasokan BBM dan elpiji untuk masyarakat tetap aman dan terkendali
Sebagaimana kebakaran yang telah menimpa kilang milik Pertamina sebelumnya, maka publik juga perlu diingatkan sebaiknya tidak berspekulasi dahulu atas penyebab dan jumlah kerugian yang telah diderita atas musibah kebakaran tangki kilang Cilacap ini, serahkan dan tunggu hasil penyelidikan pihak yang berwenang saja.
Namun demikian, publik perlu mempertanyakan beberapa hal terkait musibah kebakaran di kilang Pertamina yang terjadi berulang kali dalam waktu yang tidak lama berselang, yangmana kebakaran kilang Refinery Unit (RU) VI di Balongan, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, telah terjadi pada Hari Senin dini hari, tanggal 29 Maret 2021, dan mengakibatkan kebakaran yang melukai 30 orang dan 932 warga mengungsi itu.
Merujuk pada peristiwa-peristiwa tersebut, maka dapat diambil kesimpulan awal yang memang tidak ada kaitannya dengan proses penyelidikan manajerial dan juga tindakan secara hukum atas kejadian kebakaran tangki di Balongan dan Cilacap tersebut, tapi dapat menjadi data dan informasi awal cukup kuat bagi pihak berwenang, yaitu:
Pertama, Kebakaran kilang milik Pertamina ini telah terjadi hanya berselang dalam jangka waktu 73 hari atau 2 bulan 12 hari serta tidaklah salah kemudian publik menyampaikan, bahwa sumber penyebab kebakaran tangki kilang balongan milik Pertamina adalah tidak bekerja optimalnya Sistem Peringatan Dini (early warning system) dalam sebuah lokasi tangki milik perusahaan negara yang berskala besar.
Serta dinyatakan sebagai obyek vital nasional (obvitnas) adalah merupakan kejadian kebakaran berulang yang tidak wajar.
Kesiapsiagaan dan antisipasi manajemen Pertamina (Dewan Direksi dan Komisaris) sebagai BUMN Holding Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan sub holding BUMN ini patut dipertanyakan keseriusannya pasca insiden kebakaran kilang Balongan terdahulu.
Bahkan, dalam kasus kebakaran tangki kilang balongan, justru serangkaian pekerjaan SIPD ini dilakukan oleh warga dengan memberitahukan adanya bau bensin atau gas yang tercium.
Apabila pihak Pertamina atau dalam hal ini PT. Kilang Pertamina Indonesia (KPI) menanggapinya langsung, maka timbulnya kejadian kebakaran tangki mungkin dapat diantisipasi dengan adanya tanda-tanda tersebut.
Peringatan dini pada masyarakat yang mencium bau tidak sedap (bensin atau gas) ini merupakan tindakan memberikan informasi kepada pihak Pertamina dengan bahasa warga karena ketidaktahuan apa yang sedang terjadi pada lokasi kilang balongan, namun semestinya hal yang mudah dicerna oleh KPI untuk mengambil tindakan mengatasi bau yang diduga masyarakat berasal dari dalam kompek kilang balongan itu.
Bagaimana halnya dengan insiden kebakaran kilang Cilacap, maka perlu juga publik mempertanyakan hal ini, walaupun antisipasi sebaran dampak kebakaran secara luas mampu dilakukan oleh tim Pertamina dan patut diapresiasi dengan nihilnya korban jiwa.
Kedua, soal Akuntabilitas Resiko, menjadi suatu kewajaran apabila publik menyoroti soal pengamanan dilingkungan tangki milik Pertamina ini, apalagi kalau itu berada berdekatan dengan lingkungan perumahan dan dapat membahayakan keselamatan jiwa masyarakat apabila terjadi insiden musibah kebakaran pada kilang Pertamina.
Dengan demikian, evaluasi atas aspek pengawasan dan pengamanan merupakan bagian penting dari Sistem Pengendalian Manajemen (SPM) organisasi perusahaan sudah seharusnya dilakukan Dewan Direksi dan Komisaris Pertamina pasca insiden kebakaran kilang Balongan sehingga kebakaran kilang Cilacap diharapkan tidak terjadi, kecuali ada faktor kesalahan atau kelalaian pekerja (human error).
Ketiga, Perlu kiranya pemeriksaan menyeluruh atas kondisi kilang-kilang yang dimiliki oleh Pertamina saat ini, terutama oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta menjadi bahan bagi pihak kepolisian atas dugaan kemungkinan adanya kelalaian pihak manajemen KPI melakukan efektifitas.
Juga, efisiensi aspek pemeliharaan, pengamanan, pengawasan atau pengendalian penting pada sebuah perusahaan negara yang mapan dengan tingkat resiko dan teknologi yang tinggi (high tech and risk).
Benarkah sebegitu teledornya aspek ini dijaga oleh jajaran manajemen sub holding Pertamina, yaitu KPI sehingga berakibat terjadinya kebakaran tangki untuk kedua kalinya? Publik diharapkan dapat berpikir logis atau rasional (make sense) menanggapi sebuah insiden atau musibah yang dapat dikendalikan manusia
Tidak masuk akal (not make sense) dan tidak lagi menjadikan petir sebagai alasannya, apalagi telah terdapat insiden kebakaran sebelumnya sebagai bahan pembelajaran (lesson learned) pihak manajemen Pertamina.
Terkait dengan hal tersebut, maka pertanggungjawaban atau akuntabilitas resiko kebakaran tangki ini sesuai kebijakan holding dan sub holding yang telah ditetapkan oleh Menteri BUMN, Erick Tohir berada pada jajaran manajemen BUMN Holding Pertamina dan Sub holding KPI.
Perlu kiranya evaluasi atas kinerja para pimpinan korporasi ini supaya karyawan sebagai pelaksana tugas tidak menjadi pihak yang dipersalahkan sendiri, termasuk dalam hal ini Menteri BUMN Erick Tohir dapat selayaknya juga dievaluasi Presiden.
Last but not least, terobosan-terobosan manajerial dalam mencari sosok pimpinan manajemen BUMN atas proses seleksi, perekrutan, promosi dan mutasi Sumber Daya Manusia perusahaan di lingkungan BUMN seharusnya diperbaiki dan dikaji ulang yangmana selama ini mengabaikan standar kompetensi menyeluruh dan telah menjadi bumerang bagi BUMN-BUMN strategis Indonesia.
Demikian pula halnya dengan pemenuhan kuorum pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan sebagaimana Pasal 14 Undang-Undanng Nomor 19 Tahun 2003 hanya berada pada tangan Menteri BUMN dan atau kuasa subtitusinya.
Semoga Presiden sebagai pengemban amanah rakyat dapat mengambil pelajaran dari kasus terbakarnya tangki di kilang Balongan dan Cilacap ini dan segera melakukan perbaikan konstitusional bidang ekonomi, struktural dan manajerial atas BUMN-BUMN lainnya. (*)
*Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori